Senja di Kintamani, Bali
Di tepi Danau Batur, senja mulai merangkak di balik Gunung Batur yang megah. Langit berwarna jingga keemasan memantulkan bayangan indah di permukaan air. Lara duduk di dermaga kayu, memandangi keindahan alam yang begitu menenangkan. Di tangannya ada secangkir kopi panas khas Kintamani, aroma khasnya menyusup di udara yang mulai dingin.
Tak jauh darinya, seorang pria berjalan mendekat. Ia adalah Arya, lelaki yang selama ini menjadi teman perjalanan Lara. Arya membawa gitar kayu kecil, senyumannya yang hangat menghapus rasa dingin senja.
"Lagi-lagi kau memilih tempat ini," kata Arya sambil duduk di samping Lara.
"Tempat ini terlalu indah untuk dilupakan," jawab Lara tanpa mengalihkan pandangan dari danau.
Arya memetik senar gitarnya, memainkan melodi lembut yang seolah menyatu dengan desiran angin. Mereka duduk dalam keheningan, hanya ditemani suara gitar dan gemericik air. Namun, keheningan itu penuh arti.
"Aku ingin tanya sesuatu," ujar Arya tiba-tiba, menghentikan permainan gitarnya.
Lara menoleh, menatap Arya dengan pandangan penuh tanda tanya. "Apa?"
Arya menarik napas panjang. "Apa kau percaya kalau tempat ini punya kekuatan magis?"
"Kekuatan magis?" Lara tertawa kecil. "Seperti apa?"
"Seperti... membuat seseorang lebih berani mengungkapkan perasaannya." Arya menatap mata Lara dalam-dalam.
Jantung Lara berdetak lebih cepat. Ia tahu arah pembicaraan ini, namun pura-pura tidak paham. "Kau bicara soal apa, Arya?"
Arya menunduk sejenak, lalu menghela napas. "Aku bicara soal kita, Lara. Aku sudah lama menyimpan perasaan ini, dan setiap kali kita ke sini, aku merasa tempat ini memaksaku untuk jujur. Aku mencintaimu."
Kata-kata itu menggantung di udara, menyatu dengan warna jingga yang semakin pekat. Lara terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia tak menyangka Arya akan mengungkapkan perasaannya di tempat yang selalu ia anggap sebagai pelarian dari hiruk-pikuk kota.
"Arya, aku..." Lara menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi. "Aku juga mencintaimu. Tapi aku takut."
"Takut apa?" tanya Arya lembut.
Lara memalingkan wajahnya ke arah danau. "Takut kehilangan. Setiap kali aku mencintai seseorang, mereka pergi."
Arya meraih tangan Lara, menggenggamnya erat. "Aku tidak akan pergi, Lara. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu, seperti senja ini yang selalu menjadi bagian dari Kintamani."
Air mata Lara menetes, namun kali ini bukan karena sedih, melainkan karena lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar ingin tinggal bersamanya, apa pun yang terjadi.
Senja semakin memudar, menyisakan jejak keemasan di cakrawala. Namun, bagi Lara dan Arya, ini adalah awal dari senja-senja lain yang akan mereka lewati bersama, di tempat yang penuh keajaiban ini.
Tamat.
Komentar
Posting Komentar